Laut Merah Terbelah Menjadi Dua Karena Angin
Laut Merah (bahasa Arab: البحر الأحمر al-Bahr al-Ahmar — pada Abad Pertengahan disebut بحر القلزم Bahr al-Qulzum; bahasa Ibrani: ים סוף Yam Suf; bahasa Tigrinya: ቀይሕ ባሕሪ? QeyH baHri) atau Laut Teberau adalah sebuah teluk besar di sebelah barat Jazirah Arab yang memisahkan benua Asia dengan Afrika. Jalur ke laut di selatan melewati Babul Mandib dan Teluk Aden sedangkan di utara terdapat Semenanjung Sinai, Teluk Suez dan Teluk Aqaba. Laut ini di tempat yang terlebar berjarak 300 km dan panjangnya 1.900 km dengan titik terdalam 2.500 m. Laut Merah juga menjadi habitat bagi berbagai makhluk air dan koral.
Walaupun sering dikaitkan dengan berbagai cerita pada masa lampau, tetapi sampai abad ke-20, orang Eropa menyebutnya "Teluk Arab", sedangkan Herodotus dan Ptolemeus menyebutnya "Arabicus Sinus". Air Laut Merah sendiri sebenarnya tidak beda dengan air laut yang lain.
Penjelasan-penjelasan ilmiah menyebutkan bahwa warna merah di permukaan muncul akibat Trichodesmium erythraeum yang berkembang. Ada juga yang menjelaskan bahwa namanya berasal dari gunung yang kaya mineral di sekitarnya dan berwarna merah.
Laut ini muncul karena pemisahan Jazirah Arab dari benua Afrika yang dimulai sekitar 30 juta tahun yang lalu dan masih berlanjut sampai sekarang. Suhu permukaan laut selalu konstan sekitar 31-35°C dengan jarak penglihatan 200 m. Namun, sering terjadi angin kencang dan arus lokal yang membingungkan.
Kota-kota yang terdapat di pesisir Laut Merah antara lain: Jeddah, Sharm el Sheikh, Pelabuhan Sudan, dan Eilat. Pada 1950-an, Hans Haas menemukan Laut Merah sebagai tempat menyelam dan kemudian oleh Jaques-Yves Costeau.
Negara yang berbatasan
Negara yang berbatasan dengan Laut Merah adalah:
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Penyeberangan Laut Merah (atau Penyeberangan Laut Teberau; bahasa Ibrani: קריעת ים סוף, Kriat Yam Suph; bahasa Inggris: Crossing of the Red Sea) adalah bagian dari perjalanan bangsa Israel setelah keluar dari Mesir yang dipimpin oleh nabi Musa dicatat dalam Kitab Keluaran 13:17–14:29. Ketika itu Bani Israel baru saja meninggalkan Mesir dan mengembara ke padang gurun. Allah memerintahkan Nabi Musa dan Bani Israel keluar dari perbudakan di Mesir dan pergi ke tanah Kanaan yang telah dijanjikan kepada mereka. Allah memerintahkan mereka keluar pada waktu malam. Awalnya Firaun membiarkan mereka pergi, setelah mengalami tulah semua anak sulung orang Mesir meninggal. Tetapi kemudian, Firaun mengejar Bani Israel ini dengan kereta hingga ke Laut Merah. Orang-orang Israel ketakutan karena mereka tidak dapat melawan dan pasti akan ditawan kembali. Namun Nabi Musa menyatakan bahwa Allah bersamanya dan memberi petunjuk kepadanya.
Atas perintah Tuhan Allah, Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan semalam-malaman itu Allah menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka.[1]
Orang Mesir mengejar dan menyusul mereka—segala kuda Firaun, keretanya dan orangnya yang berkuda—sampai ke tengah-tengah laut. Dan pada waktu jaga pagi, Allah yang di dalam tiang api dan awan itu memandang kepada tentara orang Mesir, lalu dikacaukan-Nya tentara orang Mesir itu. Ia membuat roda keretanya berjalan miring dan maju dengan berat, sehingga orang Mesir berkata: "Marilah kita lari meninggalkan orang Israel, sebab Tuhanlah yang berperang untuk mereka melawan Mesir."[2]
Berfirmanlah Allah kepada Musa: "Ulurkanlah tanganmu ke atas laut, supaya air berbalik meliputi orang Mesir, meliputi kereta mereka dan orang mereka yang berkuda." Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, maka menjelang pagi berbaliklah air laut ke tempatnya, sedang orang Mesir lari menuju air itu; demikianlah Allah mencampakkan orang Mesir ke tengah-tengah laut. Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka.[3]
Tetapi orang Israel berjalan di tempat kering dari tengah-tengah laut, sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka. Demikianlah pada hari itu Allah menyelamatkan orang Israel dari tangan orang Mesir. Dan orang Israel melihat orang Mesir mati terhantar di pantai laut. Ketika dilihat oleh orang Israel, betapa besarnya perbuatan yang dilakukan Allah terhadap orang Mesir, maka takutlah bangsa itu kepada Allah dan mereka percaya kepada Allah dan kepada Musa, hamba-Nya itu.[4]
Sampai sekarang, lokasi sebenarnya belum ditemukan.
Kisah ini juga disebutkan dalam Al-Quran Surah 26 Asy-Syu'ara'[7] dan Surah Yunus.[8] Dalam Al-Quran, Allah swt. menjanjikan bahwa mayat Firaun akan diselamatkan untuk dijadikan bahan pelajaran bagi manusia yang tinggal di bumi sekarang.[9] Sejumlah pakar arkeologi menyatakan telah menemukan mummi dari Firaun yang tenggelam itu dan kini dipamerkan di Museum Mesir.
Berdasarkan penelitian Maurice Bucaille, diyakini bahwa Firaun yang tenggelam itu adalah Firaun Merneptah; yang jasadnya dapat diselamatkan orang-orang Mesir setelah ditenggelamkan oleh Laut Merah dan kemudian dimumikan.[10]:148-155, 156-160,[11]:237-239
Hari Nabi Musa dan pengikutnya diselamatkan terjadi pada hari ke-10 bulan Muharam. Hari ini dinamakan Hari Asyura dan sudah diperingati sebelum zaman Nabi Muhammad. Ketika masuk ke kota Madinah, Nabi Muhamad mendapati orang Yahudi berpuasa pada Hari Asyura. Orang Yahudi menjelaskan kepada Nabi bahwa pada hari itu, Nabi Musa telah diselamatkan dari kejaran tentara Firaun.[12]